Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ma'pangnganni, Sebuah Upaya Membangun Relasi Yang Terbuka

Oleh : Feri Toding

pangngan
Bersama rombongan, kami pun duduk di Lantang / Barung (pondok) setelah prosesi penyambutan tamu. Beberapa saat kemudian, datanglah beberapa orang  lalu menawarkan rokok pada kami (tamu laki-laki) dan pangngan kepada tamu perempuan, sesuai dengan tata krama yang sudah diajarkan pada mereka. Kurang lebih seperti itu fenomena yang  penulis jumpai pada saat menghadiri sebuah upacara rambu solo' (upacara kematian masyarakat Toraja Mamasa). 

Seperti Rokok, Pangngan (sirih) merupakan materi yang dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Toraja Mamasa, dalam hal penyelenggaraan rambu solo' atau rambu tuka' secara khusus. Pangngan dinikmati dengan cara dikunyah, materinya terdiri dari Baulu (daun sirih), Kalosi, (buah pinang), Kapu' (kapur) dan Sambako (tembakau). Selain itu, pangngan juga difungsikan dalam pelaksanaan ritual-ritual tertentu, seperti ritual ma'pande dewata (meberi makan kepada dewa), dan lain-lain.  Bagi masyarakat Toraja Mamasa, pangngan selalu dibawah kemana saja, diberikan kepada siapa saja, dan siapa pun boleh meminta pangngan kepada yang lain.

Kehadiran pangngan di tengah perjumpaan menjadi simbol adanya tanggung jawab dan keramahan. Menawarkan pangngan artinya memberi respon yang baik dan menerima dengan hati yang tulus.Namun, bukan berarti bahwa jika tidak ada pangngan, maka tidak ada sikap tanggung jawab, keramahan, respon yang baik dan hati yang tulus. Namun, dengan hadirnya pangngan di tengah perjumpaan maka nilai keterbukaan akan lebih nampak.

Dalam konteks uapacara rambu solo' dan rambu tuka', Fugsi sosial dari pangngan sendiri adalah sebagai pembuka percakapan, utamanya dalam perjumpaan antara suatu wajah dengan wajah yang lain, atau perjumpaan antara wajah yang baru. Ketersedian materi pangngan menjadi tanda bahwa percakapan akan segera dimulai. Menewarkan  pangngan adalah sebuah upaya untuk membangun relasi yang terbuka antara suatu wajah dengan wajah yang lain, antara satu subjek dengan subjek yang lainnya. Sebaliknya, menerima pangngan adalah simbol keterbukaan.  Dalam ritual perkawinan, pangngan menjadi simbol khusus. Menerima pangngan dari keluarga laki-laki menandakan bahwa keluarga perempuaan memberi restu, dan atau sebaliknya. 

Pertanyaannya adalah, bagaiman jika memang tidak ada pangngan pada saat ada perjumpaan ? atau bagaimana jika memang tidak ada pangngan saat ada tamu yang datang ? Bagi masyarakat Toraja Mamasa, tidak ada aturan yang mengharuskan untuk memberikan pangngan kepada tamu. Materi pangngan bisa saja digantikan dengan materi yang lainnya, seperti rokok atau jamuan makanan dan minuman, tidak terlepas dari fungsi pangngan, yakni sebagai simbol keterbukaan.


Referensi : Ivan Sampu Buntu, " Analisis Relasi Wajah dalam Tradisi Pangngan Orang Toraja Melalui Filsafat Tanggung Jawab Wajah Levinas", (Teologi Kontekstual dan Kearifan Lokal Toraja)





Posting Komentar untuk "Ma'pangnganni, Sebuah Upaya Membangun Relasi Yang Terbuka"